Selasa, 13 September 2016

ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN BRUTO

NEWSLETTER RUSSELL BEDFORD SBR, Edisi No. 12, September 2016

 

Edisi No. 12, September 2016


Oleh:
Tim Konsultan Pajak Russell Bedford SBR

Dalam menghitung pajak penghasilan terdapat komponen biaya yang menjadi pengurang dari penghasilan bruto. Salah satu dari biaya yang menjadi pengurang penghasilan bruto tersebut  adalah zakat yang dibayarkan oleh wajib pajak pribadi yang beragama Islam dan/atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama lslam.  Ketentuan mengenai pembayaran zakat yang boleh menjadi beban / dibebankan dalam pajak penghasilan terdapat pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 serta peraturan perundang-undangan lainnya yang memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai   Perlakuan Zakat dalam Perhitungan Penghasilan Kena Pajak.

Dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Ketentuan mengenai Zakat atau sumbangan keagamaan dalam UU Pajak Penghasilan tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2010 tanggal 23 Agustus 2010, dan peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE – 80 /PJ/2010 tanggal 23 Juli 2010.

Dengan mengacu pada pada  peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri pemeluk agama lslam dan/atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama lslam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. Sebaliknya, apabila zakat tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah maka zakat tersebut tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. Oleh karena itu, untuk memenuhi persyaratan agar zakat dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak maka wajib pajak tersebut wajib melampirkan foto kopi bukti pembayaran zakat dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sebagai penerima zakat pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut. 


Badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang diakui pemerintah seperti yang dimaksud dalam uraian di atas kemudian ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tanggal 11 November 2011 serta diperbaharui dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tanggal 11 Juni 2012, yaitu meliputi 1 Badan Amil Zakat Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan 3 Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shaaqah (LAZIS).  Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini pun ditetapkan pula lembaga lain sebagai Penerima Sumbangan Keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dari wajib pajak yang beragama Kristen dan Hindu, yaitu Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI), dan Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP).