Edisi No. 7, Juli 2016
Oleh:
Tim Konsultan Pajak Russell Bedford
SBR
Dalam rangka pekerjaan, seorang pegawai/
karyawan adakalanya ditugaskan oleh perusahaan tempatnya bekerja untuk
melakukan perjalanan dinas. Perjalanan dinas adalah perjalanan yang dilakukan
oleh karyawan/pegawai suatu lembaga/perusahaan yang berkaitan dengan tugas suatu
lembaga/perusahaan sehubungan dengan tugas pekerjaan kedinasan. Perjalanan
dinas tentu membutuhkan biaya. Karena itulah perusahaan mengakomodasinya dengan
memberikan uang perjalanan dinas kepada pegawai yang melakukan perjalanan.
Mekanisme perusahaan dalam memberikan uang perjalanan dinas bisa dengan cara di
awal sebelum pegawai melakukan perjalanan dinas (lumpsum), penggantian biaya (reimbursement),
atau dengan memberi uang muka. Pada praktiknya, sering terjadi kebingungan bagi
pemberi kerja dan bagi pegawai apakah biaya perjalanan dinas tersebut merupakan
obyek pajak. Apakah biayanya merupakan deductible
expense atau nondeductible expense?
Pada tulisan ini, saya akan lebih menitikberatkan biaya perjalanan dinas untuk
pegawai swasta.
Berdasarkan PMK 113/PMK.05/2012,
secara umum pada perusahaan swasta biaya perjalanan dinas dapat dibagi atas
tiga komponen:
1.
Biaya Transportasi (misalnya tiket
pesawat);
2.
Biaya Akomodasi (hotel, sewa kendaraan);
dan
3.
Uang Saku (uang makan harian, transport
lokal, biaya pulsa telepon seluler).
Setiap perusahaan wajib
menghitung standar
biaya bagi komponen biaya di atas. Standar biaya tersebut dihitung dengan
menerapkan prinsip kewajaran.
Ruang lingkup mengenai
penghasilan yang merupakan obyek pajak antara lain diatur di Undang-Undang
Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008. UU PPh menganut prinsip pemajakan atas
penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa “pajak dikenakan atas
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah
kekayaan Wajib Pajak tersebut.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar