Jumat, 15 Januari 2016

Artikel : Ketentuan Perpajakan atas Piutang yang Tidak Tertagih




 


Dalam suatu kegiatan bisnis, adalah sudah sesuatu yang lazim jika perusahaan memiliki tagihan (piutang dagang) , antara lain timbul dari transaksi penjualan kredit kepada pelanggan, pemberian pinjaman dana kepada pihak ketiga,dan sebagainya. Dalam keadaan normal, Piutang dagang dibayar oleh pelanggan atau peminjam dana tepat pada waktunya sesuai dengan syarat-syarat pembayaran yang disepakati oleh para pihak ( Penjual dengan pembeli, maupun kreditur dengan debitu). Dalam hal penjualan kredit atas barang, biasanya aturan pembayaran disebutkan seberapa lama (hari/bulan) setelah barang/invoice diterima oleh pihak pembeli. Dengan kondisi normal tersebut, adanya piutang dagang bukan menjadi hambatan bagi kegiatan bisnis perusahaan.

Walaupun pada umumnya piutang itu dibayar, namun terdapat pula kemungkinan terjadi ingkar janji (wanprestasi) dari pembeli/peminjam untuk membayar utangnya. Ingkar janji ini bisa terjadi karena merosotnya kemampun ekonomis maupun karena itikad buruk dari pembeli/peminjam dana untuk melakukan pembayaran. Di dalam ilmu akuntansi, kemungkinan tidak tertagihnya piutang itu harus dihitung dan dicatat dalam laporan keuangan, yaitu dengan mendebet biaya penyisihan piutang tak tertagih dan kredit cadangan penyisihan piutang tidak tertagih. Dengan demikian, perlakuan akuntansi atas piutang tidak tertagih dilakukan lebih dulu sebelum piutang itu benar-benar tidak tertagih. Inilah yang disebut karakteristik konservatif dalam ilmu akuntansi. 

Hal berbeda dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan, piutang tidak tertagih tidak bisa serta merta diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (diakui biaya). Ketentuan perpajakan bahkan tidak mengakui biaya penyisihan piutang tidak tertagih seperti disebutkan di atas. Ketika perhitungan Pajak Penghasilan Badan misalnya, biaya penyisihan piutang tak tertagih harus dikoreksi positif, yaitu untuk mengeluarkan biaya tersebut dari posisinya sebagai pengurang penghasilan bruto dalam akuntansi komersil. Pengakuan biaya atas piutang tidak tertagih dalam ketentuan perpajakan hanya dapat dilakukan apabila memenuhi syarat tertentu yang diatur dalam ketentuan perpajakan. Artinya jika terdapat saldo piutang yang pada kenyataannya  betul-betul tidak tertagih namun persyaratan formal administratif tidak terpenuhi, maka piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih  tersebut tidak dapat diakui  sebagai pengurang penghasilan bruto (diakui sebagai biaya).

Persyaratan mengenai piutang tdak tertagih agar dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (diakui biaya) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 207/PMK.010/2015 tanggal 20 November 2015. PMK ini merupakan perubahan kedua atas PMK No. 105/PMK.03/2009 yang mengatur hal yang sama. Menurut PMK No. 207/PMK.010/2015, suatu piutang yang nyata-nyata tidak tertagih dapat dikurangkan terhadap penghasilan bruto (diakui sebagai biaya secara pajak) apabila memenuhi persyaratan:

a.
telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b.
Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut: 1) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; 2) terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut; 3) telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau 4) adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu. 

Dalam PMK No. 207/PMK.010/2015 disebutkan bahwa agar diakui sebagai pengurang penghasilan bruto, disamping harus sudah dicatat dalam laporan laba rugi komersil, juga diminta 2 persyaratan lain yang bersifat formal administratif sebagaimana diatur  pada butir b dan c di atas.

Pada butir b disebutkan adanya kewajiban wajib pajak menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih ke Dirjen Pajak. Daftar piutang tersebut tidak sembarangan daftar, tetapi harus berupa daftar yang mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Selain itu, diatur bahwa daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut harus berbentuk hard copy dan soft copy, serta harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Kemudian pada butir c di atas diatur syarat-syarat lain yang harus dipenuhi agar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih diakui sebagai pengurang penghasilan bruto. Persyaratan tersebut adalah berupa tersedianya dokumen pendukung berupa: 

  1. fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
  2.  fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris;
  3. fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus; atau surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.
Dari PMK di atas menjadi jelas bahwa agar suatu piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto diperlukan pemenuhan beberapa persyaratan formal administratif. Kegagalan dalam memenuhi persyaratan formal administratif tersebut dapat menimbulkan kerugian ganda pada perusahaan, yaitu 1) menderita rugi karena perusahaan tersebut sudah mengeluarkan sumber daya ekonomisnya yang ternyata tidak dibayar oleh pembeli/peminjan dana, dan 2) perusahaan harus membayar pajak lebih besar yang disebabkan oleh tidak diakuinya kerugian piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih sebagai pengurang penghasilan bruto.

Pengecualian mengenai persyaratan pada butir c di atur dalam PMK yang sama, yaitu tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya. Adapun kreteria debitur kecil atau debitur kecil lainnya tersebut diatur lebih jauh pada PMK tersebut.

Terlepas dari adanya pengecualian di atas, sebaiknya manajemen perusahaan bersikap hati-hati dan cermat untuk menyiapkan kelengkapan formal administratif yang diperlukan ketika diketahui adanya  kemungkinan piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih, yaitu agar tidak mengalami kerugian ganda ***


Author : Russell Bedford SBR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar