Dalam suatu kegiatan bisnis, adalah sudah sesuatu yang lazim jika
perusahaan memiliki tagihan (piutang dagang) , antara lain timbul dari
transaksi penjualan kredit kepada pelanggan, pemberian pinjaman dana kepada
pihak ketiga,dan sebagainya. Dalam keadaan normal, Piutang dagang dibayar oleh pelanggan
atau peminjam dana tepat pada waktunya sesuai dengan syarat-syarat pembayaran
yang disepakati oleh para pihak ( Penjual dengan pembeli, maupun kreditur dengan
debitu). Dalam hal penjualan kredit atas barang, biasanya aturan pembayaran
disebutkan seberapa lama (hari/bulan) setelah barang/invoice diterima oleh
pihak pembeli. Dengan kondisi normal tersebut, adanya piutang dagang bukan
menjadi hambatan bagi kegiatan bisnis perusahaan.
Walaupun pada umumnya piutang itu dibayar, namun terdapat pula
kemungkinan terjadi ingkar janji (wanprestasi) dari pembeli/peminjam untuk
membayar utangnya. Ingkar janji ini bisa terjadi karena merosotnya kemampun
ekonomis maupun karena itikad buruk dari pembeli/peminjam dana untuk melakukan
pembayaran. Di dalam ilmu akuntansi, kemungkinan tidak tertagihnya piutang itu
harus dihitung dan dicatat dalam laporan keuangan, yaitu dengan mendebet biaya
penyisihan piutang tak tertagih dan kredit cadangan penyisihan piutang tidak
tertagih. Dengan demikian, perlakuan akuntansi atas piutang tidak tertagih
dilakukan lebih dulu sebelum piutang itu benar-benar tidak tertagih. Inilah
yang disebut karakteristik konservatif dalam ilmu akuntansi.
Hal berbeda dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan, piutang tidak
tertagih tidak bisa serta merta diakui sebagai pengurang penghasilan bruto
(diakui biaya). Ketentuan perpajakan bahkan tidak mengakui biaya penyisihan
piutang tidak tertagih seperti disebutkan di atas. Ketika perhitungan Pajak
Penghasilan Badan misalnya, biaya penyisihan piutang tak tertagih harus
dikoreksi positif, yaitu untuk mengeluarkan biaya tersebut dari posisinya
sebagai pengurang penghasilan bruto dalam akuntansi komersil. Pengakuan biaya
atas piutang tidak tertagih dalam ketentuan perpajakan hanya dapat dilakukan
apabila memenuhi syarat tertentu yang diatur dalam ketentuan perpajakan.
Artinya jika terdapat saldo piutang yang pada kenyataannya betul-betul tidak tertagih namun persyaratan formal administratif tidak
terpenuhi, maka piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut tidak dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (diakui
sebagai biaya).
Persyaratan mengenai piutang tdak tertagih agar dapat diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto (diakui biaya) diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 207/PMK.010/2015 tanggal 20 November 2015. PMK ini merupakan perubahan kedua atas
PMK No. 105/PMK.03/2009 yang mengatur hal yang sama. Menurut PMK
No. 207/PMK.010/2015,
suatu piutang yang nyata-nyata tidak tertagih dapat dikurangkan terhadap
penghasilan bruto (diakui sebagai biaya secara pajak) apabila memenuhi
persyaratan:
Dalam PMK No. 207/PMK.010/2015 disebutkan bahwa agar diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto, disamping harus sudah dicatat dalam laporan laba rugi komersil, juga
diminta 2 persyaratan lain yang bersifat formal administratif sebagaimana diatur pada butir b dan c di atas.
Pada butir b disebutkan adanya kewajiban wajib pajak menyerahkan
daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih ke Dirjen Pajak. Daftar
piutang tersebut tidak sembarangan daftar, tetapi harus
berupa daftar yang mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok
Wajib Pajak, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Selain itu, diatur bahwa daftar
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut harus berbentuk hard copy
dan soft copy, serta harus
disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan.
Kemudian pada butir c di atas diatur
syarat-syarat lain yang harus dipenuhi agar piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih diakui sebagai pengurang penghasilan bruto. Persyaratan tersebut
adalah berupa tersedianya dokumen pendukung berupa:
Dari PMK di atas menjadi jelas
bahwa agar suatu piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto diperlukan pemenuhan beberapa persyaratan
formal administratif. Kegagalan dalam memenuhi persyaratan formal administratif
tersebut dapat menimbulkan kerugian ganda pada perusahaan, yaitu 1) menderita
rugi karena perusahaan tersebut sudah mengeluarkan sumber daya ekonomisnya yang
ternyata tidak dibayar oleh pembeli/peminjan dana, dan 2) perusahaan harus
membayar pajak lebih besar yang disebabkan oleh tidak diakuinya kerugian
piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih sebagai pengurang penghasilan
bruto.
Pengecualian mengenai
persyaratan pada butir c di atur dalam PMK yang sama, yaitu tidak berlaku untuk
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau
debitur kecil lainnya. Adapun kreteria debitur kecil atau debitur kecil lainnya
tersebut diatur lebih jauh pada PMK tersebut.
Terlepas dari adanya
pengecualian di atas, sebaiknya manajemen perusahaan bersikap hati-hati dan
cermat untuk menyiapkan kelengkapan formal administratif yang diperlukan ketika
diketahui adanya kemungkinan piutang
yang nyata-nyata tidak dapat tertagih, yaitu agar tidak mengalami kerugian
ganda ***
|
Jumat, 15 Januari 2016
Artikel : Ketentuan Perpajakan atas Piutang yang Tidak Tertagih
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar